Sabtu, 24 November 2012

Tentang VDS

Logo VDS


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuu
Vita Dolce Study (VDS) adalah sebuah nama perkumpulan anak-anak Maluku Utara yang sedang menempuh studi di Jogjakarta.
Pemberian nama Vita Dolce Study diambil dari salah satu tato di tangan seorang artis korea yang bernama G-Dragon, yang berarti kehidupan yang baik, sedangkan di tangan satunya bertuliskan moderato = musik, karena memang basicnya di musik. 
Memang sih agak kelihatan aneh dengan namanya,, tpi yang dilihat itu makna dari nama tersebut. 
Karena pembentukan perkumpulan ini hanya untuk belajar dan diskusi maka kami menambahkan kata study di dalamnya, sehingga menjadi Vita Dolce Study yang dapat dimaknai bahwa jika kita ingin mendapatkan kehidupan baik maka dengan belajar, baik belajar ilmu dunia maupun akhirat.
Perkumpulan ini sebenarnya sudah terbentuk awal 2012 lalu namun karena beberapa anggota yang disibukkan dengan adanya ujian akhir semester maka diputuskan untuk belum melanjutkannya. Sehingga pada tanggal 8 November 2012 kami membentuknya kembali dan di beri nama, sehingga kesannya lebih resmi.
Anggota awal terdiri dari 6 orang yang sama-sama dari Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, namun sekarang tinggal 5 orang, kemudian ditambah lagi anggota baru sehingga menjadi 6 orang lagi. Sebenarnya perekrutan anggota tidak terlalu ditekankan, jadi siapa saja yang ingin bergabung dipersilahkan, tidak ada syarat tertentu, walaupun basicnya berasal dari daerah Maluku Utara tetapi tidak harus yang ingin bergabung dari daerah Malut.
Walaupun perkumpulan ini masih bersifat sederhana, namun kami berharap dapat memberikan manfaat bagi anggota dan masyarakat sekitar.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuu

Kerajaan Ternate

Keraton Kesultanan Ternate

Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di pasifik.

Asal Usul
Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.
Organisasi kerajaan
Di masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15, Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan. Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan.
Setelah Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole pada masa lalu, masing – masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.
Moloku Kie Raha
Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk memperkuat hegemoninya di Maluku, Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku, mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang. Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja – raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
Kedatangan Islam
Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).
Kedatangan Portugal dan perang saudara
Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugal untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugal diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugal datang bukan semata – mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah – rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris - pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali. Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri. Portugal memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugal. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugal. Gubernur Portugal bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa – India. Disana ia dipaksa Portugal untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugal, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570).
Pengusiran Portugal
Perlakuan Portugal terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugal dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya membentuk Aliansi Tiga untuk membendung sepak terjang Portugal di Nusantara.
Tak ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran Portugal. Kedudukan Portugal kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu – sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang Ternate. Dengan adanya Aceh dan Demak yang terus mengancam kedudukan Portugal di Malaka, Portugal di Maluku kesulitan mendapat bala bantuan hingga terpaksa memohon damai kepada sultan Khairun. Secara licik Gubernur Portugal, Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun ke meja perundingan dan akhirnya dengan kejam membunuh Sultan yang datang tanpa pengawalnya. Pembunuhan Sultan Khairun semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugal, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugal di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugal meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575. Kemenangan rakyat Ternate ini merupakan kemenangan pertama putera-putera nusantara atas kekuatan barat. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak kejayaan, wilayah membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall dibagian timur, dari Philipina (Selatan) dibagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara dibagian selatan. Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu. Periode keemasaan tiga kesultanan ini selama abad 14 dan 15 entah sengaja atau tidak dikesampingkan dalam sejarah bangsa ini padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat.
Kedatangan Belanda
Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate pun menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol namun gagal bahkan sultan Said Barakati berhasil ditawan Spanyol dan dibuang ke Manila. Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607 pula Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara.
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan Ternate. Diantaranya adalah pangeran Hidayat (15?? - 1624), Raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate ini memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda. Ia mengabaikan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah – rempah kepada pedagang Jawa dan Makassar.
Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.
  • Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate – Hitu – Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
  • Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.
  • Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.
Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam – diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia.
Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.
Warisan Ternate
Imperium nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku. Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.
Sebagai kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah dalam mengusir Portugal tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen seperti halnya Filipina.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.
Daftar Sultan Ternate
Kolano dan Sultan Ternate
Masa jabatan[1][2][3][4][5]
Baab Mashur Malamo
1257 - 1277
Jamin Qadrat
1277 - 1284
Komala Abu Said
1284 - 1298
Bakuku (Kalabata)
1298 - 1304
Ngara Malamo (Komala)
1304 - 1317
Patsaranga Malamo
1317 - 1322
Cili Aiya (Sidang Arif Malamo)
1322 - 1331
Panji Malamo
1331 - 1332
Syah Alam
1332 - 1343
Tulu Malamo
1343 - 1347
Kie Mabiji (Abu Hayat I)
1347 - 1350
Ngolo Macahaya
1350 - 1357
Momole
1357 - 1359
Gapi Malamo I
1359 - 1372
Gapi Baguna I
1372 - 1377
Komala Pulu
1377 - 1432
Marhum (Gapi Baguna II)
1432 - 1486
Zainal Abidin
1486 - 1500
Bayanullah
1500 - 1522
1522 - 1529
1529 - 1533
1533 - 1534
1535 - 1570
1570 - 1583
Said Barakat syah
1583 - 1606
Mudaffar Syah I
1607 - 1627
Hamzah
1627 - 1648
Mandarsyah
1648 - 1650 (masa pertama)
Manila
1650 - 1655
Mandarsyah
1655 - 1675 (masa kedua)
Sibori
1675 - 1689
Said Fatahullah
1689 - 1714
Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin
1714 - 1751
Ayan Syah
1751 - 1754
Syah Mardan
1755 - 1763
Jalaluddin
1763 - 1774
Harunsyah
1774 - 1781
Achral
1781 - 1796
Muhammad Yasin
1796 - 1801
Muhammad Ali
1807 - 1821
Muhammad Sarmoli
1821 - 1823
Muhammad Zain
1823 - 1859
Muhammad Arsyad
1859 - 1876
Ayanhar
1879 - 1900
Muhammad Ilham (Kolano Ara Rimoi)
1900 - 1902
Haji Muhammad Usman syah
1902 - 1915
Iskandar Muhammad Jabir syah
1929 - 1975
1975 – sekarang

 Sumber : Wikipedia

Kamis, 22 November 2012

Riwayat Singkat


Tempat menempuh pendidikan juga menjadi sebuah tolak ukur namun yang paling penting dari semua itu adalah usaha dari orang tersebut. ada sebuah kisah yang menggambarkan seorang anak yang bersekolah di tempat yang kurang bagus namun memiliki prestasi yang lumayan bagus.

Anak ini sekarang berumur 18 Tahun yang sekarang menempuh pendidikan di salah satu Univeritas di Indonesia.
  • Siapa sangka dulunya dia bersekolah di SD yang bahkan tidak pernah melaksanakan upacara bendera setiap hari senin. Bahkan tidak mengenal upacara bendera sama sekali. mungkin bagi setiap orang dia tidak diperhitungkan. Tetapi alhmdulillah SDnya kini menjadi SD yang bagus dan memiiki lapangan untuk upacara bendera tentunya
  • Siapa sangka dulunya dia menjadi seseorang yang pendiam, yang mungkin sekarang jika ditanyakan pada teman-teman SDnya ada yang tidak mengenal dirinya.
Namun dia punya cita-cita kawan !!! untuk itu dia tidak mau dipandang remeh oleh orang lain, dia ingin sekali bersekolah di tempat yang dipandang kebanyakan orang bagus, namun pada saat itu ayahnya di non jobkan. Akibatnya ibunya yang harus menjadi tulang punggung keluarga.

Ibunya bertanya kepadanya ::
Ibu     : nak !! apakah kamu yakin mau sekolah di sana (jogja) ?
Anak  : iya buk,,

anaknya tau dari raut wajah ibunya ada ketakutan tidak bisa membiyai kulianhya nanti, belum juga biaya hidupnya karena jauh darinya. Namun anaknya tetap mau bersekolah disitu dengan alasan akan berusaha untuk mendapatkan beasiswa.

Anak : Saya akan berusaha untuk mendapatkan beasiswa bu !! "tegas anaknya"
Ibu    : Yah sudah, Tidak apa2,, ini emua demi kebaikanmu, maka ibu akan berusaha sebaik-baiknya ! "dengan wajah sedih dan mata berkaca-kaca"

akhirnya anak itu di terima di universitas tersebut....
Anak itu sangat minder awalnya, tetapi dia memiliki motivasi yang tinggi yaitu
  • Saya dari madrasah yang dipandang orang tidak terlalu diperhitungkan, maka saya harus menunjukkan bahwa saya layak untuk diperhitungkan.
  • Saya berasal dari daerah Indonesia Timur yang dipandang orang awam biasa-biasa saja, maka saya harus memperbaiki pandangan mereka
  • Bapak saya telah di non-jobkan. Maka dari itu saya harus menunjukkan bahwa itu bukan menjadi batasan bagi saya untuk tetap kuliah dengan baik.
  • Dan yang terakhir saya adalah Harapan kedua orang tua dan nantinya menjadi tulang punggung keluarga, maka saya harus bersungguh-sungguh.
Itulah motivasi dia yang menggerakkan dia selama ini. Alhmdulillah dia berhasil mendapatkan beasiswa di tahun pertamanya. Walaupun tidak terlalu banyak itu sudah membantu dia dan membuat dia bahagia.

Kesimpulan
Semua tergantung ke Individu masing-masing, dimana tempat sekolahnya itu menjadi nomor sekian. Banyak anak yang berasal dari sekolah yang bagus ekonomi yang tinggi namun sekolahnya berantakan. karena hanya bergantung pada hal-hal tersebut.
Sukses ditawarkan kepada setiap Orang !!
semua tergantung orang itu akan mengambil peluang sukses itu atau tidak...

Miris,, jika dilihat banyak anak yang berusaha mati-matian untuk sekolahnya, berusaha mencari uang karena orang tuanya kurang mampu dalam membiayai sekolahnya. Namun ada yang orangtuanya serba berkecukupan tetapi uangnya dipakai ke hal-hal yang tidak penting, sekolhnya juga amburadul..

Tidak kasiankah kepada orang tua yang telah berusaha untuk menyekolahkan mereka ??

Senin, 19 November 2012

Maluku Utara


Maluku Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi yang biasa disingkat sebagai "Malut" ini terdiri dari beberapa pulau di Kepulauan Maluku.
Ibukota terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara, sejak 4 Agustus 2010 menggantikan kota terbesarnya, Ternate yang berfungsi sebagai ibukota sementara selama 11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur Sofifi.

KONDISI GEOGRAFIS
Luas total wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah daratan.

PULAU-PULAU
Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah.
(18.000 km²)
Halmahera (juga Jilolo atau Gilolo) adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku. Pulau ini merupakan bagian dari provinsi Maluku Utara, Indonesia. Halmahera memilik luas tanah 17.780 km² (6.865 mil persegi) dan populasi 1995 sekitar 162.728. Pada 1997, sekitar 80% penduduk adalah Muslim, dan sekitar 20% adalah Kristen. Pulau ini dibagi menjadi 5 kabupaten: Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Utara, dan Kabupaten Halmahera Tengah SEJARAH Populasi renggang Halmahera sudah sejak lama berhubungan erat dengan pulau Ternate dan Tidore yang lebih kecil, keduanya berada di pantai baratnya. Kedua pulau ini merupakan tempat kerajaan utama di zaman sebelum kolonialisme VOC. Pada Perang Dunia II, Halmahera merupakan pangkalan militer Jepang yang terletak di Teluk Kao. Pada 1999 dam 2000 Halmahera merupakan tempat kekerasan antara grup Muslim dan Kristen yang dimulai di Ambon dan menyebar ke banyak tempat di Maluku. Ribuan orang di Halmahera terbunuh dalam pertengkaran antara militer keagamaan. Pada Juni 2000, sekitar lima ratus orang terbunuh ketika feri yang membawa pengungsi dari Halmahera tenggelam di ujung timur laut Sulawesi. Sekarang, Ternate yang merupakan ibu kota provinsi adalah kota utama terdekat ke Halmahera; banyak jalur transportasi ke seluruh Indonesia melalui jalur di pulau tersebut. Jailolo adalah kota terbesar di Halmahera. PERTAMBANGAN DI HALMAHERA Halamahera merupakan tempat dari beberapa projek pertambangan. Perusahaan Australia Newcrest Mining adalah pemilik utama dari dua tambang emas di pulau ini. Tambang Gosowong adalah pertambangan open-pit cyanide-leach yang beroperasi antara Juni 1999 sampai Mei 2002. Tambang Toguraci mulai operasi pada Februari 2004. Kompleks pertambangan ini telah menjadi subyek konflik antara penduduk lokal dan perusahaan pertambangan. Letak tambang ini terletak di hutan yang menurut penduduk lokal dilindungi oleh hukum Indonesia [1]. Pada Januari 2004, Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai presiden mengeluarkan amandemen kepada hukum perhutanan, yang menurut Newcrest, memastikan operasinya berada dalam hukum. Pada 2003 dan 2004, ada protes "intermittent" di Toguraci oleh penduduk yang menginginkan Newcrest memberhentikan operasi penambangan. Sampai akhir 2003, keamanan di pertambangan tersebut diamankan oleh militer Indonesia, yang dibayar oleh subsidi lokal Newcrest Mining. Pada Oktober 2003, militer Indonesia diganti oleh pasukan keamanan pribadi; satu orang terbunuh dan beberapa lainnya terluka oleh pasukan keamanan ini ketika terjadi protes pada Januari 2004. Protes ini masih berkelanjutan dan pendudukan lokasi tambang ini terjadi di bulan Mei dan Juni 2004. Weda Bay Minerals bergerak dalam pengembangan pertambangan nikel dan kobalt di pulau ini. Tujuan utama perusahaan ini, memfokuskan hanya dalam pengembangan tambang ini, yang merupakan joint venture antara dua perusahaan pertambangan Australia, dan diperdagangkan di Bursa Saham Toronto di Kanada. Projek ini masih dalam tahap pengeksplorasian; perusahaan berharap tambang ini dapat bertahan sampai 25 tahun setelah dibuka. Sejak tahun 2004 PT Aneka Tambang (ANTAM), salah satu BUMN pertambangan Indonesia mengalihkan operasinya di Teluk Buli, Halmahera. Sebelumnya perusahaan ini beroperasi di Pulau Gebe, juga masih berada dalam wilayah Kabupaten Halmahera Tengah. Sama seperti di Pulau Gebe, di Teluk Buli PT Aneka Tambang mengeksploitasi kandungan nikel yang diperkirakan akan ditambang hingga 30 tahun kedepan.
(3.900 km²)
Maaf! Tidak ada Info
(3.195 km²)
Maaf! tidak ada info.
(2.878 km²)
Pulau Bacan adalah sebuah pulau yang terdapat di Kepulauan Maluku tepatnya di sebelah barat daya pulau Halmahera. Secara administratif pulau Bacan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara. Di pulau Bacan inilah, Labuha, ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, terletak. Selain menjadi tempat ibu kota kabupaten, di pulau Bacan juga terdapat: Bandar udara Usman Sadik Keraton Sultan Bacan Benteng Bernevald (dibangun Portugis untuk menahan serangan Spanyol) Pantai Pawete Cagar alam Gunung Batusibela (2111 m dpl) Masjid Raya Bacan (berusia lebih dari satu abad) Makam beberapa sultan dan para ulama dari negeri Jiran
Pulau Morotai (695 mil persegi/1.800 km²) adalah nama sebuah pulau sekaligus kabupaten definitif baru yang terletak di kepulauan Halmahera, Kepulauan Maluku, Indonesia. Sebagai bagian dari Provinsi Maluku Utara, ia merupakan salah satu pulau paling utara di Indonesia. Kabupaten Pulau Morotai diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara. SEJARAH Selama abad ke-15 dan 16, Morotai berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate yang berkuasa. Merupakan inti sebuah kawasan besar bernama Moro yang termasuk pulau dan pesisir Halmahera yang dekat dengan Morotai ke selatan. Pada pertengahan abad ke-16, pulau ini menjadi tempat misi Yesuit Portugis. Kesultanan Muslim Ternate dan Halmahera merasa tersinggung akan pelopor aktivitas penyebaran agama itu dan berusaha mencegah misi itu dari pulau ini pada 1571, sebagai akibatnya Portugis hengkang dari kawasan itu. Pada abad ke-17, Ternate menggunakan kekuasaannya atas Morotai dengan memerintahkan berulang-ulang pada penduduknya agar pindah dari pulau itu. Pada awal abad itu para penduduknya pindah ke Dodinga, sebuah kota kecil di titik strategis pesisir barat Halmahera. Lalu pada 1627 dan 1628, Sultan Hamzah dari Ternate memerintahkan pindahnya penduduk Kristen ke Malayu, Ternate, agar lebih mudah dikendalikan. Pulau ini menjadi lapangan terbang bagi Jepang selama PD II. Pulau ini diambil alih oleh angkatan Amerika Serikat pada September 1944 dan digunakan sebagai landasan serangan Sekutu ke Filipina pada awal 1945 serta ke Borneo timur pada Mei dan Juni tahun itu. Merupakan basis untuk serangan ke Jawa pada Oktober 1945 yang ditunda setelah penyerahan diri Jepang pada bulan Agustus.
Pulau Ternate adalah sebuah kecamatan di Kota Ternate, Maluku Utara, Indonesia.
Pulau Tidore adalah sebuah pulau yang berada di Maluku Utara Indonesia. Terletak sebelah barat Pulau Halmahera,letak pulaunya yang sangat dekat dengan Ternate, perjalanan ke Tidore sendiri hanya memakan waktu sekitar 30 menit menggunakan speedboat dari Ternate. Di pulau ini dulu juga terdapat Kesultanan Tidore PENAMAAN TIDORE Sebelum masuknya Islam pulau Tidore dikenal dengan nama; “Limau Duko” atau “Kie Duko”, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api --bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan gunung “Kie Marijang” dan "kie Maburu". Saat ini, gunung/kie Marijang sudah tidak aktif lagi, sedangakn kie Maburu masih aktif. Dua gunung api tersebut adalah gunung yang telah tua. Nama Tidore berasal dari gabungan tiga rangkaian kata bahasa Tidore, yaitu : To adao Rahe, artinya, ‘saya mungkin (telah) sampai’. Terdapat 2 benteng peninggalan bangsa Portugis di Tidore, yaitu Benteng Tohulu dan Toware. Benteng tersebut hanya berupa sisa-sisa batu dan reruntuhan, tapi dari luar (pantai) terlihat jelas bentuk benteng yang luas dan gagah. 2 benteng Portugis ini hancur karena diserang oleh Belanda diabad ke-17. 2 Benteng ini letaknya dibagian Barat laut pulau Tidore GEOGRAFI Pulau Tidore sedikit lebih luas dibandingkan pulau Ternate.. Tidore dan Ternate terletak bersebelahan, Tidore di sebelah selatan dan Ternate dibagian utara. Kedua pulau ini berada di barat pualu Halmahera. Tidore didominasi oleh Gunung Kie Marubu yaitu gunung berapi tua dengan ketinggian 1730 mdpl. Pulau Tidore telah memiliki jalan beraspal yang mengelilingi pantai pulau ini, namun 60 % jalan beraspal tersebut sudsh mulai rusak dan hancur. Pantai paling terkenal di Tidore adalah pantai Dufa-Dufa yang terletak 2 km dari Soasiu
Maaf! Tidak ada artikel
Maaf! Tidak ada Info
Pulau Gebe adalah sebuah pulau yang berada di Maluku Utara Indonesia. Pulau Gebe sendiri terletak di ujung tenggara kaki Pulau Halmahera. Secara administratif masuk ke Kecamatan Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dan terbagi dalam empat desa yaitu Sanafi, Kacepi, Umera, dan Omnial di Pulau Yoi. luas Pulau Gebe 224 Km2 Secara geografis, Pulau Gebe ini relatif berada di ujung dan berbatasan langsung dengan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Pulau Gebe terletak antara 00 04’ 02” – 00 11’ 24” Lintang Selatan dan 1290 18’ 39” Bujur Timur adalah gugusan pulau yang terdiri dari : Pulau Gebe; Pulau Fau; Pulau Yoi; Pulau Uta; dan Pulau Sain Pulau ini dihuni oleh kurang-lebih 5.000 jiwa. Sebagian besar bermata pencaharian nelayan dan pengolah kopra, sisanya berdagang dan pegawai. Dulu pulau ini sangat ramai oleh para pendatang mengingat PT. Aneka Tambang mengeksploitasi nikel di sini. Namun seiring penurunan cadangan dan produksi, pulau ini mulai ditinggalkan sejak tahun 2007. Perumahan-perumahan untuk karyawan yang dibangun diberikan ke penduduk melalui pemerintah daerah. Sekarang, hampir seluruh perumahan eks karyawan ini dihuni oleh penduduk lokal. GEOGRAFI Letak pulau ini memanjang dengan arah Barat Laut Tenggara. Di beberapa belahan Pulau ini terdapat sejumlah tanjung yakni Sebelah barat laut terdapat tanjung Safa, sedangkan sebelah selatan terdapat tanjung Elingejo, tanjung Magnonapo dan tanjung Ngetalngejo. Pantai Pulau Gebe kearah Utara Timur lebih landai dibandingkan dengan kondisi pantai arah Selatan Barat. Bagian tengah Pulau Gebe terletak bukit Elfanoen dengan ketinggian 450 mdpl. Bagian selatan bukit ini membentuk tanjung yang lebar yaitu Tanjung Oeboelie. Bagian selatan Pulau Gebe juga melebar yaitu antara Toeli Kalio sampai dengan batas sebelah tenggara. Ada dua daerah yang lebar yaitu bukit Elfanoen dengan lebar 6 km dan di sekitar daerah Toeli Kalio dengan lebar 6,8 km. Pulau Fau yang terletak di depan Desa Kapaleo dengan luas 4,6 km2, pada desa tersebut hampir seluruhnya mengandung endapan nikel.
SEJARAH
Sebelum Penjajahan 
Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), yaitu:
  • Kesultanan Bacan
  • Kesultanan Jailolo
  • Kesultanan Tidore
  • Kesultanan Ternate.
 Pendudukan Jepang
Pada era ini, Ternate menjadi pusat kedudukan penguasa Jepang untuk wilayah Pasifik. 

ZAMAN KEMERDEKAAN
Orde Lama
 Pada era ini, posisi dan peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan, kedudukannya sebagai karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu kedudukannya dibagi ke dalam beberapa Daerah Tingkat II (kabupaten).
Upaya merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September 1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya peristiwa pemberontakan Permesta.
Pada tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespons upaya ini dengan mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang konkrit.

Orde Baru
Pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota administratif. Kabupaten Maluku Utara beribukota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa Sio, Tidore dan Kota Administratif Ternate beribukota di Kota Ternate. Ketiga daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku. 

Era  Reformasi
Pada masa pemerintahan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan percepatan pembangunan di beberapa wilayah potensial dengan membentuk provinsi-provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah provinsi, terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi.
Atas dasar itu, pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibukota sementara di Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Dengan demikian provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai pemekaran dari Provinsi Maluku dengan wilayah administrasi terdiri atas Kabupaten Maluku Utara, Kota Ternate dan Kabupaten Maluku Utara.
Selanjutnya dibentuk lagi beberapa daerah otonom baru melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula dan Kota Tidore.

KABUPATEN/KOTA
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Halmahera Barat Jailolo
2 Kabupaten Halmahera Tengah Weda
3 Kabupaten Halmahera Utara Tobelo
4 Kabupaten Halmahera Selatan Labuha
5 Kabupaten Kepulauan Sula Sanana
6 Kabupaten Halmahera Timur Maba
7 Kabupaten Pulau Morotai Morotai Selatan
8 Kota Ternate Ternate
9 Kota Tidore Kepulauan Soasiu

 
 Sumber: Wikipedia